top of page

Diskusi panel pada International Conference on Indonesian Development (ICID) 2013 menyajikan topik “Economics policy towards innovation-driven country” yang disampaikan oleh tiga orang panelis, Dr. Faisal Basri dari Universitas Indonesia, Dr. Howard Nicholas dari Institute of Social Studies, Prof. Greg Barton dan Monash University, dengan dipandu oleh Dr. Paul Benneworth dari Universiteit Twente.

Diskusi diawali dengan pemaparan oleh Dr. Basri yang menjelaskan mengenai kondisi terkini dari ekonomi Indonesia yang masih belum sesuai harapan. Dr. Basri memberikan contoh bahwa kurang baiknya sistem logistik Indonesia berdampak pada ekonomi biaya tinggi. Salah satunya adalah biaya transportasi domestik yang lebih mahal dibandingkan dengan transportasi luar negeri.

Diskusi dilanjutkan dengan pemaparan dari Dr. Nicholas yang membahas dari sudut pandang global. Salah satu pembahasannya adalah mengenai krisis ekonomi global yang terjadi sekitar 3-5 tahun terakhir. Dr. Nicholas menenggarai bahwa penurunan produksi dunia adalah salah satu faktor terbesar terhadap krisis ekonomi global. Ekonomi dunia yang sedang bergeser dari Amerika Serikat ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, juga turut menyumbangkan peran terhadap krisis tersebut.

Press Release ICID 2013

Presentasi terakhir adalah dari Prof. Barton yang merupakan salah satu pakar di bidang studi tentang Indonesia. Prof. Barton membahas mengenai perkembangan ekonomi Indonesia yang akhir-akhir ini cukup masif. Salah satunya ditandai dengan pertumbuhan kelas menengah yang cukup signifikan. Indonesia, menurut Barton, sekarang adalah negara berkembang dengan potensi yang menjanjikan.

Walaupun ketiga panelis membawakan topik yang cukup beragam, menariknya, kesemuanya menenggarai hal yang sama. Bahwa Indonesia disamping memiliki peluang perkembangan ekonomi yang tinggi, di lain pihak juga harus terus meningkatkan kapasitasnya dalam bidang manufaktur. Dr. Nicholas memberikan contoh bahwa krisis dapat terjadi karena produksi menurun, dan produksi biasanya didorong oleh sektor manufaktur. Prof. Barton juga memberikan aksentuasi bahwa negara yang ekspornya masih didorong oleh bahan mentah, seperti Indonesia, suatu saat dapat mengalami kejenuhan. Pada saat hal ini terjadi, harga jual bahan mentah akan turun di pasar internasional dan nilai ekspor akan menurun drastis.

Sesi tanya jawab dengan peserta sendiri berjalan menarik. Dr. Benneworth sebagai moderator dapat menjalankan perannya dengan baik untuk memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan dari peserta yang masuk untuk dapat dibahas oleh ketiga panelis. Salah satu diskusi yang menarik adalah mengenai sektor manufaktur Indonesia yang meskipun sekarang pelan-pelan tumbuh, tetapi pada kenyataannya masih didominasi oleh foreign direct investment (FDI), dan pada akhirnya keuntungan akan kembali ke negara-negara asing; pemilik modal. Menjawab fenomena ini, Dr. Nicholas memberikan contoh  bagus dari Cina, dimana negara tersebut tidak hanya meminta FDI dalam bentuk gelontoran modal semata, tetapi juga meminta pelatihan untuk para pekerja Cina, sebagai bagian kesepakatan investasi dengan pemilik modal asing. Hal ini merupakan contoh bagus dimana FDI dapat dimanfaatkan sekaligus untuk peningkatan kapasitas dalam negeri. Benang merah yang juga penting dalam diskusi ini adalah bahwa infrastruktur Indonesia masih banyak perlu ditingkatkan untuk dapat menunjang ekonomi. Namun, pembenahan infrastruktur itu haruslah tepat sasaran.

Radio PPI DuniaSuara Anak Bangsa | Satu Cinta | Satu INDONESIA

MY BUTTON
bottom of page